Selasa, 7 februari 2012
Pagi itu, saya berencana pergi ke Jogja mengurus izin penelitian untuk skripsi saya. Perjalanan diawali pada pukul 8 pagi. Setelah sebelumnya sarapan di warung makan Pak Di dengan menu nasi pecel kering tempe plus tahu goreng n kerupuk, berangkatlah saya menuju Jogja. Si Jundi (motor Revo saya-red) rupanya butuh sedikit sentuhan angin (pompa maksudnya) karena ban belakangnya agak2 kempes. Sebelum kempesnya tambah parah dan berakhir tragis menjadi bocor, saya selalu membiasakan diri memompakan ban belakang Jundi sedini mungkin selama indikasi ban kempes mulai muncul. Pagi itu saya berhenti di depan Rumah Duka Tiong Ting untuk tambah angin. Bukan kios, bukan, hanya ada bangku, kompresor, alat2 standar tukang tambal ban, plus ban luar bekas yang ditulisi TAMBAL BAN yang ada di situ. Di atas bangku duduk seorang laki-laki dan perempuan yang sepertinya suami istri. Begitu saya datang, si Bapak dengan sigap melayani. Seusai mengisi angin, terjadilah percakapan itu..
B = Bapak tukang tambal ban
S= Saya
B : "Platnya BE, dari Sumatera ya Mbak? Sumatera mana?" (membereskan selang kompresor)
S : "Lampung, Pak." (ngasih selembar duit seribuan)
B : "Saya punya saudara yang merantau ke Sumatera. Dia kerja di perkebunan kelapa sawit. Hidupnya jadi lumayan mapan setelah merantau"
S : ini si Bapak kayaknya mau curcol nih "oh iya Pak, saya juga sering denger yang seperti itu"