Senin, 28 Mei 2012

Way Kambas Secret



Diawali dari sebuah dilema..
Dulu, sekarang juga masih ding ketika saya bertemu dengan orang baru dan kenalan, kira-kira akan seperti ini dialognya:

Saya : "Perkenalkan, nama saya Ria. Saya berasal dari LAMPUNG."

Maka, lawan bicara saya akan menjawab: "Oh, yang banyak GAJAHnya itu ya?"

Saya: "Hehehe..." (sambil nyengir-nyengir aja. Padahal dalam hati "gajah mah banyaknya di way kambas doang mbak -.- ")

Entah mengapa, satu kata yang kerap diasosiasikan dengan Lampung adalah gajah. Padahal, gajah tidak bisa kita temukan dimana-mana di Lampung. Ketika saya gali lebih lanjut tentang apa yang ada dalam mindset mereka tersebut, jawaban mengejutkan berikut ini salah satu hasilnya:

Bukannya di Lampung emang masih banyak gajah liar berkeliaran ya? (mawar, bukan nama sebenarnya)

Haaah??

Gubrak!!




Okee.. Muqodimahnya cukup sekian. Monggo diambil sendiri kesimpulan dan hikmahnya..



Pada hari itu, 28 Maret 2012, hari libur nasional, sudah kami sekeluarga sepakati untuk liburan ke Way Kambas. Penggagas idenya adalah Papa, yg berkeinginan mengajak cucu yang masih satu-satunya untuk melihat gajah dari dekat. Sebelum ke sana, kami mampir dulu ke rumah Budhe Rahayu di Sukadana, Lampung Timur, karena sudah lama juga tidak bersilaturahim ke sana. Ternyata Budhe dan Elen (anak Budhe yang ke-empat) tertarik untuk ikut serta. Jadilah kami bersebelas terbagi ke dalam dua mobil. Jarak dari rumah Budhe ke gerbang Way Kambas yang paling depan deket banget, ga sampai 30 menit. Eitss tapi dari gerbang depan ke lokasi pusat Way Kambas juga masih butuh 30 menit menyusuri jalan aspal yang berlubang-lubang khas jalanan di seluruh Provinsi Lampung. Setelah sampai, yang ibu-ibu (Mama and Budhe) gelar tikar, trus keluarga kecil Mas Bima, Mb Fany, and Aisyah langsung mendekat ke arah gajah-gajah yang sedang berada di arena naik gajah. Saya?? Ya ikut Mas Bima lah.. Hehe.. Di arena ini, pengunjung boleh menaiki gajah (dengan ditemani pawangnya so pasti) selama satu putaran (sekitar 10 menit) dengan hanya membayar sepuluh ribu rupiah per orang. Awalnya hanya menonton, tapi akhirnya Budhe menawari kami naik gajah. Tidak tanggung-tanggung, Budhe nawar ke pawangnya untuk mengajak kami berkeliling hutan Way Kambas. Eh? Saya saja baru tau kalau ada 'paket perjalanan' yang seperti itu. Setelah tawar menawar, harga disepakati Rp 150.000,00 untuk tiga orang. Tiga? Ya, yang dimaksud tiga orang yang beruntung tak lain adalah saya sendiri, adik saya Ivo, dan sepupu saya Elen. Tenang..tenang.. Budhe cuma nawar harga thok kok, ga ikutan naik.. Hehe

It's not my first time to be there, but it was a new experience riding (pawangnya ding yang mengendalikan, hehe) an elephant. Susunan squadnya begini: pawang paling depan,diikuti Ivo, Elen, baru kemudian saya. Kami diberitahu, perjalanan ini kira-kira akan menghabiskan waktu satu jam, jadi kami diminta untuk siap fisik dan mental. Ha, siap mental.. Tunggu anda rasakan sendiri sensasi berada di atas punggung gajah yang melenggok-lenggok mengikuti langkah-langkah kakinya. It's amazing from the start. Yang membuat kami bertiga agak khawatir adalah jangan-jangan gajahnya keberatan membawa kami. Hehehe.. Dengan santainya Bapak Pawang (maaf Pak, saya lupa nama anda T.T) memulai percakapan panjang kami...

"Kalau Kartijah (nama gajahnya-red) beratnya ini tiga ton, kira-kira kalau beban yang dia bawa tidak sampai 10% berat badannya, apa dia akan merasa keberatan?"

Oooooh... Iya juga ya, sepertinya ringan-ringan saja bagi Kartijah. Percakapan ini lalu berlanjut sepanjang perjalanan, yang akan saya rangkum dalam beberapa poin di bawah ini biar ga kepanjangan:

1. Kartijah punya dua anak, yang satu anak angkat, satunya anak kandung. Definisi anak angkat adalah anak asuh yang disusui dan dirawat oleh seorang gajah yang masih gadis. Nama anak angkatnya Joni, nama anak kandungnya saya lupa, hehe.. Pas lagi jalan membawa kami dan melewati 'kandang' para gajah, tiba-tiba Kartijah agitasi. Kontan kami yang ada di atasnya pun panik. Ternyata kata Pak Pawang, itu karena Kartijah mendengar suara panggilan dari Joni. Untung Pak Pawang ini sudah mumpuni benar mengendalikan Kartijah. Kata Pak Pawang, dimanapun, sedang apapun, kalau ibu gajah mendengar teriakan anaknya, dia pasti secepat kilat akan menghampiri sang anak. Luar biasaa.. Padahal menurut saya, suara gajah itu sama semua.. Gimana ya membedakannya.. Just a mother instinct could make it.. How sweet..

2. Kandang gajah yang dimaksud bukan berupa kandang pada umumnya yang dipagari jeruji, tetapi kandang gajah ini bentuknya lapangan yang luuuaaaaas sekali (bisa memuat 60an gajah yang ada) dikelilingi oleh parit sedalam tiga meter dan lebar dua meter sebagai pembatasnya. Kartijah dkk kalau dikandangkan, cukup dengan diikat kakinya dengan rantai super besar ke pasak-pasak yang sudah disiapkan untuk masing-masing gajah. Gajah-gajah ini sudah jinak, jadi mereka tidak lagi punya pikiran untuk kabur dari kandangnya..

3. Sekolah gajah. Hihihi.. Ternyata Kartijah yang berumur 35 tahun ini lulusan sekolah gajah lho.. Di sekolah gajah, mereka diajarkan berbagai keterampilan, misalnya menendang bola, goyang dangdut, berdiri satu kaki, dan kemampuan atraksi lainnya. Nah, kata Pak Pawang, di sekolah gajah ini juga ada sistem rapotnya, jadi kalau belum lulus satu level, berarti masih tinggal kelas. Ada 6 level yang harus ditempuh. Waktu tiap levelnya sangat tergantung masing-masing gajah, semakin tua usianya ketika mulai masuk sekolah, semakin kecil daya tangkapnya. Sama lah seperti manusia... Ups..

Fyi, pas lg ngomongin sekolah gajah, Kartijah turun ke sebuah kolam yang isinya air -ya iyalah- tempat favorit gajah-gajah itu berendam (baca:mandi). Kolam tersebut dikelilingi tanggul berupa tanah yang lebih tinggi sekitar satu meter dari permukaan airnya.  Proses turunnya kartijah ke kolam itu mungkin biasa saja kalau dilihat dari sudut pandang pemirsa, tapi sangat tidak biasa bagi kami yang ada di atas punggungnya! Bagaimana Kartijah harus turun step by step sembari menyeimbangkan beban yang ia bawa, memberikan sensasi menegangkan tersendiri bagi kami yang saat itu belum benar-benar terbiasa dengan situasi. Karena saya yang duduknya paling belakang, jadilah sedikit demi sedikit melorot ke depan, elen dan ivo pun demikian. Yang kasihan tentu saja pawangnya.. Hehe.. Sebaliknya, ketika selesai melintasi kolam, Kartijah hendak naik ke tanggul dan penderitaan bagi saya dimulai. Tak ada yang dapat saya lakukan kecuali berpegang erat pada elen dan berdoa supaya saya tidak meluncur dari punggung Kartijah dan nyebur ke kolam yang baunya saja sudah membuat selera makan hilang..

4. Gajah-gajah di Way Kamas juga ada yang dilatih menjadi tim yang menghalau gajah-gajah liar. Pernah denger kan ada gaah liar yang merangsek ke pemukiman penduduk dan menancam keselamatan penghuninya? Nah, yang paling pas buat melawan gajah liar ya tentunya dari golongan gajah itu sendiri.. Sebab kalo manusia.. Yaah, you can imagine by yourself dari segi ukuran aja udah kalah jauh.. Apalagi gajah liar itu kelakuannya benar-benar tidak terkendali.

5. Para pawang gajah di Way Kambas ini masing-masing bertanggung jawab atas satu gajah. Setiap beberapa tahun, akan ada sistem rolling. Pawang-pawang ini punya seragam loh, walaupun saat bertugas di lapangan diperbolehkan menggunakan pakaian lapangan (kaos dan celana gunung), tapi saat menghadap ke kantor mereka harus berseragam resmi.

6. Rumah Sakit khusus gajah. How's that? Akan dibangun di Way Kambas dan katanya akan menjadi the biggest se-Asia Tenggara.. Tapi saat kami lewat construction site-nya, yang sudah keliatan baru tiang-tiangnya saja, belum nampak kira-kira akan seperti apa wujudnya.

7. Tim Dokter gajah-gajah ini didatangkan langsung dari Aussie. Ada juga sih dokter lokalnya. Kalo dokter yang dari Aussie jadwal kunjungannya 3 bulan sekali.

8. Ada yang tahu usia kehamilan manusia berapa? Rata-rata menjawab 9 bulan 10 hari. Kalo gajah?? Hayo berapa? Jawabannya adalah: dua tahun!! Subhanallah.. Terus proses kelahirannya gimana mengingat ukuran bayi gajah aja gedenya segitu)? Kata pak pawang, ga ada yang tau. Induk betina malah ga mau melahirkan kalau merasa diawasi. Hidden cam or cctv? Not working, karena insting gajah tajam. Gajah juga butuh privacy, hehe



Sampailah kami pada penghujung perjalanan. Tak lupa berfoto dulu bersama Kartijah. Tapi fotonya belom ada sodara-sodara, ga pake kamera saya soalnya..hehe.. Saya mintakan ke Budhe dulu ya..

Oiya, waktu mau ambil wudhu untuk sholat Ashar, saya takjub melihat sesosok makhluk yang unik yang baru pertama kali saya lihat. Apa coba? Babi hutan.. Untung masih anakan.. Nah, kalau di Way Kambas ada tuh binatang liar yang berkeliaran, tapi tolong jangan dibayangkan semua tempat di Lampung itu masih seperti ini yaa..


-The End-

Published with Blogger-droid v2.0.4

1 komentar: